KOMUNIKASI.NET

Dari Dapur Kecil ke Keranjang Wanita Indonesia: Kisah Nyata Paragon dan Rahasia Brand Autentik

 


Dari Dapur Kecil ke Keranjang Wanita Indonesia: Kisah Nyata Paragon dan Rahasia Brand Autentik

Oleh: Kang Apik – Konsultan Bisnis & Komunikasi Strategis
www.komunet.id/promo

Kadang cerita brand terbaik bukan yang ribut di iklan, melainkan yang tumbuh pelan dari meja dapur, lalu perlahan menyapa jutaan orang.

Paragon — nama yang mungkin sudah akrab di meja rias banyak rumah di Indonesia — bukan kecelakaan bisnis. Ia lahir dari niat, riset, dan ketekunan seorang pengusaha yang melihat celah: produk kecantikan halal, berkualitas, dan relevan untuk perempuan Indonesia.

Paragon resmi berdiri sejak 1985 dan berkembang menjadi rumah bagi beberapa brand besar: Wardah, Make Over, Emina, Kahf, dan brand lainnya — sebuah bukti bahwa kombinasi visi, riset produk, dan positioning yang jujur bisa mengubah sebuah usaha rumahan menjadi raksasa kecantikan nasional.


Cerita Paragon amat personal: dipelopori oleh Nurhayati Subakat, seorang apoteker yang memulai produksi produk perawatan dari pengalaman praktik dan ketertarikan pada kualitas.

Perjalanan itu dimulai jauh sebelum Wardah meledak — dari produksi produk rambut dan perawatan yang awalnya dipasarkan secara langsung ke salon-salon.

Perhatian pada mutu dan kepekaan terhadap kebutuhan pasar Muslim Indonesia kemudian melahirkan Wardah, yang menjadi pionir “halal beauty” di Tanah Air.

Itu pelajaran pertama untuk siapa pun yang membangun brand: mulai dari kebutuhan nyata, bukan dari ide yang digoreng di atas kertas.

Wardah adalah contoh bagaimana positioning yang tepat bisa menjadi budaya.

Ketika Wardah muncul, banyak perempuan muslim yang butuh produk ramah syariat tanpa harus mengorbankan kualitas estetika modern.

Wardah menempatkan dirinya bukan sekadar sebagai produk kecantikan, tapi sebagai solusi yang menyatukan nilai agama dan modernitas — sehingga bukan hanya membeli foundation, konsumen membeli rasa aman dan identitas.

Pelajaran praktisnya: ketika brand bicara pada identitas konsumen (bukan sekadar fungsi produk), loyalitas tumbuh lebih alami.


Paragon tidak berhenti di satu segmen. Mereka merancang Emina untuk remaja dan pemula makeup — affordable, lucu, mudah dipakai — sementara Make Over dirancang untuk pengguna yang ingin kualitas profesional.

Itulah strategi yang sering dilupakan: satu perusahaan, beberapa cerita — masing-masing menyapa audiens yang berbeda.

Dengan cara itu Paragon membangun ekosistem brand yang saling melengkapi, bukan saling memakan.

Praktik ini mengajarkan kita tentang pentingnya segmentasi: jangan paksakan satu bahasa untuk semua audiens.

Masuknya Kahf menunjukkan sesuatu yang sederhana tapi krusial: pria juga butuh produk yang sesuai nilai dan gaya hidup mereka.



Kahf didesain dengan nilai “alami & halal” untuk perawatan pria — bukan sekadar ikut-ikutan tren. Langkah ini memberi sinyal kepada pasar bahwa brand yang sensitif pada kebutuhan kelompok tertentu bisa membuka peluang baru tanpa mengkhianati posisi awal perusahaan.

Paragon hari ini bukan koper kecil lagi. Perusahaan mengembangkan kapasitas pabrik dan tim riset — mempekerjakan ribuan orang (dilaporkan lebih dari 10.000 karyawan di beberapa profil perusahaan) — dan menempatkan riset & inovasi sebagai core competency.

Mereka juga merilis laporan tahunan dan catatan kinerja (annual reports) yang transparan, tanda bahwa skala besar perlu disertai tata kelola profesional.

Ini pelajaran penting bagi UMKM yang ingin tumbuh: scale up itu harus sejalan dengan peningkatan sistem, riset, dan tata kelola.

Apa rahasia “autentik” di balik keberhasilan Paragon? Inilah ringkasannya menurut Kang Apik:


1. Mulai dari kebutuhan nyata — Wardah lahir karena ada kebutuhan spesifik perempuan Muslim akan kosmetik halal berkualitas.

2. Riset & mutu bukan jargon — produk yang berhasil didukung riset formulasi dan pengujian, bukan cuma iklan.

3. Segmentasi yang jelas — Emina, Make Over, Kahf: tiap brand punya bahasa dan audiensnya sendiri.

4. Kepemimpinan yang visioner + tata kelola profesional — perkembangan Paragon dari usaha rumahan ke korporasi tercermin lewat struktur manajemen dan laporan resmi.

5. Brand sebagai gerakan nilai — Wardah bukan sekadar produk, melainkan representasi nilai yang resonan bagi konsumen tertentu.

Bicara pada identitas konsumen: bukan “kami punya A–B–C”, tapi “ini solusi untuk siapa dan kenapa mereka peduli”. (lihat positioning Wardah).

Bangun produk dulu, lalu cerita: prototipe yang baik membuat cerita lebih kredibel. Paragon memulai dengan formulasi dan salon sebelum membesarkan merk.

Jaga kualitas sambil bereksperimen di segmen berbeda: buatlah sub-brand untuk target spesifik agar core brand tidak kehilangan jiwa.

Skalakan dengan tata kelola: ketika tim dan volume tumbuh, laporkan kinerja dan profesionalisme—ini membangun kepercayaan investor dan mitra.

Paragon mengajarkan bahwa sukses besar tidak perlu dibuat dramatis: ia lahir dari pemahaman mendalam tentang konsumen, inovasi produk yang konsisten, dan keberanian memperluas cerita brand ke audiens baru tanpa mengkhianati nilai awal. Kamu tidak perlu meniru labelnya — cukup tiru proses berakar pada kebutuhan nyata, riset, dan integritas.

Penulis juga merupakan Pengurus Apindo Kabupaten Cirebon, Ketua Lembaga Pengembang UMKM dan Korda SUMU PDM Kabupaten Cirebon, mengelola usaha www.komunikasi.net