Persaingan di industri teknologi dan layanan transportasi online tampaknya akan memasuki babak baru yang lebih seru.
Di kuartal kedua 2025 ini, ramai diberitakan bahwa GoTo dan Grab tengah menjajaki proses merger, atau penggabungan operasional.
Nilainya? Belum diumumkan resmi, tapi berbagai sumber menyebut nilainya bisa mencapai puluhan miliar dolar. Ini bisa menjadi salah satu gebrakan terbesar di industri digital Asia Tenggara tahun ini.
Dua entitas besar ini sebelumnya dikenal sebagai pesaing utama di sektor ride-hailing, layanan antar makanan, dan dompet digital. Tapi kini, keduanya justru mempertimbangkan untuk bergabung demi ambisi lebih besar: *mendominasi pasar Asia Tenggara dan bertahan menghadapi persaingan global*, terutama dari pemain baru asal Tiongkok dan India yang mulai agresif ekspansi.
Saya teringat petuah guru bisnis saya, Bang Ben: *“Dalam bisnis, yang bertahan itu bukan yang kuat, tapi yang bisa adaptif. Kalau perlu, satukan kekuatan dengan lawanmu.”* Petuah itu kini makin relevan. Ego dalam bisnis, jika tidak dikendalikan, bisa menjadi racun.
*Mengapa Grab dan GoTo Mau Bergabung?*
Beberapa analis menyebut bahwa *GoTo tengah menghadapi tekanan keuangan*, dengan performa Gojek dan Tokopedia yang belum mencapai ekspektasi investor pasca IPO.
Di sisi lain, *Grab lebih stabil, tetapi pertumbuhannya melambat* dan makin sulit menembus pasar Indonesia secara menyeluruh.
Maka, penggabungan ini dilihat sebagai strategi cerdas untuk memperkuat posisi kedua belah pihak.
Namun, seperti halnya penggabungan Prada dan Versace, tantangan besar menanti: *dua budaya korporat yang berbeda*, model bisnis yang kompleks, hingga isu loyalitas pengguna dan mitra pengemudi.
GoTo identik dengan pendekatan lokal dan gotong royong digital, sementara Grab mengusung efisiensi dan ekspansi ala perusahaan multinasional.
*Lalu, bagaimana nasib pemain ojek lokal?*
Inilah pertanyaan penting. Merger ini bisa menciptakan dominasi baru, yang bisa menekan ruang gerak *aplikator ojek lokal seperti Zendi, Bonceng, Bossjek, Anterin, atau jasa transportasi komunitas berbasis koperasi*.
Namun, seperti ada petuah mentor saya dalam bisnis komunitas: *“Saat yang besar menyatu, yang kecil harus lebih lincah. Cari celah, bukan keluhan.”*
Artinya, aplikator lokal punya peluang, justru karena *bisa bermain di ceruk yang tak tersentuh raksasa*: layanan lebih personal, berbasis komunitas, hingga skema kemitraan yang lebih adil bagi driver.
Bahkan, mereka bisa membentuk kolaborasi antar sesama pemain kecil atau bergabung ke dalam ekosistem koperasi digital yang lebih kuat dan adaptif.
*Belajar dari GoTo-Grab seperti*
1. *Merger bukan akhir kompetisi, tapi awal kolaborasi baru.*
2. *Kunci bertahan adalah fleksibilitas dan kepekaan membaca peluang.*
3. *Yang kecil bukan berarti kalah, asal tahu celah dan berani inovasi.*
Di era saat ini, merger dan akuisisi bukan lagi aib. Justru menjadi pilihan strategis untuk bertahan dan tumbuh. Seperti kata pepatah bisnis modern: *“Berpikir besar tak berarti harus jalan sendiri. Kadang, kekuatan ada dalam sinergi.”*
Jadi, bagaimana menurut Anda?
Komunikasi.net
Mitra Kolaborasi Bisnis Anda